KHHasan Genggong: Yang Menolong NU Beruntung Dunia Akhirat Jaminan yang diberikan pendiri NU, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, kepada tiap-tiap anak negeri ini yang mau mengurus NU adalah surga. Mbah Hasyim mengatakan, "siapa yang mengurus NU, saya anggap santriku, siapa yang menjadi santriku, saya doakan khusnul khotimah beserta Amalanterbaik pdpc. Alhamdulillah dapat lagi ke kemaman terengganu untuk perkongsian ilmu amalan pdpc pembelajaran abad 21 untuk tahun ini. Kali ini saya kongsikan beberapa himpunan artikel terbaik perkongsian pdpc pak21 guru guru daerah kulai. Amalan Kh Hasan Genggong. 23 Flork Stikers Stickers Para Whatsapp Memes Png. Random Posts. About Amalanyang baik berasal dari hati yang baik. Bersihkanlah hati dan lembutkan tutur kata. Kapal Karam Akibat Badai Topan, Karomah KH Hasan Genggong Probolinggo Tolong Korban dengan Cara Ajaib 3 Agustus 2022, 12:45 WIB. Karomah Mbah Hamid Pasuruan, Kewalian di Luar Nalar Buat Santri Terkaget-kaget 3 Agustus 2022, 12:40 WIB. Fast Money. Home Cerita Pagi Sabtu, 22 Januari 2022 - 0500 WIBloading... Kiai Hasan A A A Kiai Hasan Genggong adalah seorang guru sufi yang terkenal sebagai salah satu mursyid alias pembimbing spiritual Thoriqoh Naqsyabandiyah. Ulama yang juga dikenal sebagai Syekh Hasan Genggong lahir di Probolinggo pada 1259 Hijriyah dan meninggal pada 1373 Hijriyah. Dia merupakan ulama dari para wali dan seorang wali dari para hidupnya, ulama ini sosok panutan bagi banyak orang pada zamannya. Kiai Hasan mengabdikan hidupnya untuk mengasuh Yayasan Pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong pada periode 1865 hingga 1952, seperti dilansir juga Perjalanan Syekh Jumadil Kubro Menyebarkan Islam di MajapahitKini, yayasan pendidikan yang diteruskan oleh para keturunannya semakin dikenal luas di kalangan masyarakat, khususnya di Probolinggo dan Jawa Timur. Ulama ini pernah memberikan doa pada penjajah Belanda Kiai Hasan Genggong sudah tampak sejak ia masih di dalam kandungan sang ibu. Konon, ketika hamil sang ibu bermimpi menelan bulan, mimpi itu diartikan jika kelak anak dalam kandungannya akan menjadi orang yang itu, Kiai Syamsuddin ayahnya juga mengalami hal unik serupa sang istri. Suatu ketika, Kiai Syamsuddin mengisi ceramah di desa lain dan pulang larut jalan mendaki, Kiai Syamsuddin melihat cahaya dari kejauhan memancar dari arah timur. Rupanya, sinar itu berasal dari rumahnya. Saat sang ayah sampai rumah, Kiai Hasan Genggong rupanya sudah adalah Kholifah kedua Pesantren Zainul Hasan Genggong dan intelektual yang produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Salah satu karyanya adalah kitab Nadham Safinatun Najah. Dia berasal dari keluarga Alawiyyin dari marga Al Qodiri Al Hasani yang merupakan keturunan dari Sultanul Awliya al-Quthub al-Kabir Syekh Abi Muhammad Muhyidin Abdul Qadir al-Jailani, seperti dikutip NU zaman penjajahan Belanda, Kiai Hasan Genggong pernah mendapat kunjungan dari Charles Olke van der Plas dan rombongannya. Saat itu, van der Plas menjabat sebagai gubernur kawasan Jawa Timur. Ia meminta Kiai Hasan Genggong berkenan mendoakannya. cerita pagi kisah ulama belanda mendoakan orang lain Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 3 menit yang lalu 12 menit yang lalu 31 menit yang lalu 31 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu Desember 11, 2021 641 am 3 Menit Membaca Oleh Ali Mursyid Azisi Sosok lain yang menjadi teladan dan panutan KH. Hasan Abdillah selain KH. Muhammad Shiddiq, Jember, KH. Achmad Qusyairi Pasuruan-Glenmore Banyuwangi, dan KH. Abdul Hamid Pasuruan, ada salah satu Maha Gurunya yang tidak kalah memberi kesan dalam perjalanan hidup dan nyantri Kiai Hasan Abdillah. Beliau adalah KH. Mohammad Hasan bin Syamsuddin bin Qodiduddin Al Qodiri Al Hasani,[1] Genggong, Probolinggo. Selain pernah nyantri di Genggong, Kiai Hasan Abdillah memiliki hubungan guru—murid erat dengan Syekh Hasan Gengggong. Pemilik nama kecil Ahsan bin Syamsudin yang kemudian dikenal sebagai KH. Mohammad Hasan Genggong, lahir pada 27 Rajab 1259 H atau bertepatan tahun 1840 M, di Sentong, Krenjengan, Probolinggo, Jawa Timur. Jika melihat latar belakang Kiai Mohammad Hasan Genggong memang lahir dari keluarga Kiai, maka tidak heran ia dikenal akan kesalehan dan kecerdasannya, bahkan disebut sebagai salah satu Ulama besar Indonesia. Riwayat pendidikannya berawal dari Pesantren Sentong yang waktu itu dinahkodai KH. Syamsudin. Lalu lanjut ke Pesantren Sukonsari, Pojentrek, Pasuruan, yang ketika itu diasuh oleh KH. Mohammad Tamim. Kemudian melanjutkan nyantrinya selama tiga tahun kepada Syaikhona Mohammad Cholil, Bangkalan, Madura. Serta ke Makkah ketika menunaikan ibadah Haji sekaligus memperdalam ilmu agama selama tiga tahun. Selain dikenal akrab dengan Ulama besar lainnya seperti halnya KH, Hasyim Asy’ari, Tebuireng Jombang, KH. Nawawi Sidogiri Pasuruan, KH. Syamsul Arifin Sukorejo Situbondo, dan beberapa Ulama lainnya, KH. Mohammad Hasan Genggong juga akrab dengan KH. Achmad Qusyairi bin Shiddiq Ayahanda KH. Hasan Abdillah. Setiap kali berkunjung ke Pesantren Genggong, Kiai Mohammad Hasan langsung menyuruh santri-santrinya untuk segera mengaji kepada KH. Achmad Qusyairi. Kebiasaan KH. Mohammad Hasan Genggong ketika malam yaitu dimanfaatkan untuk sholat hajat dan Tahajjud, dan hal ini dilakukan secara istiqamah sejak menjadi santri. Itulah mengapa salah satu keilmuan istiqamah beliau ditiru oleh Kiai Hasan Abdillah Glenmore. Semasa KH. Hasan Abdillah nyantri di Pesantren Genggong, ia dikenal sebagai seorang yang sakti dengan ilmu-ilmu dan amalan yang tidak masuk akal, termasuk nyeleneh. Namun, hal itu diketahui oleh Kiai Mohammad Hasan Genggong. “Sudah ya, ilmu itu dibuang, diganti sholawat saja” tutur KH. Mohammad Hasan, Genggong. Sejak saat itu KH. Hasan Abdillah tidak lagi menggunakan ilmu-ilmu nyeleneh yang dikenal sakti oleh rekan-rekan mondoknya dan kerap mengamalkan sholawat dari Kiai Mohammad Hasan. Dalam riwayat pun yang diceritakan Kiai Washil Hifdzi Haq, banyak amalan sholawat Kiai Hasan Abdillah yang bersanad kepada Kiai Mohammad Hasan, Genggong,[2] seperti halnya ijazah hasbunallah wa nikmal wakil. Bahkan Kiai Hasan Abdillah Banyak menceritakan kisah hidup Kiai Mohammad Hasan Genggong kepada putra-putrinya bahkan santri-santrinya. Dalam catatan sejarah, Kiai Hasan Abdillah untuk pertama kalinya didatangi Nabi Muhammad secara langsung ketika masih mengenyam pendidikan di Pesantren Genggong. Hubungan Kiai Hasan Abdillah dengan keluarga Pesantren Genggong dikenal begitu erat. Bahkan Kiai Hasan Abdillah begitu akrab dengan cucu kesayangan al-Arif Billah KH. Mohammad Hasan Genggong, yaitu Ahmad Tuhfah Nahrawi atau dikenal dengan Non/Lora/Syekh Tuhfah bin Nahrawi bin Hasan. Dalam riwayat Non Tuhfah ketika umur belasan tahun sudah mengarang kitab, padahal ia nyantri satu kali dan hanya dalam kurun waktu satu minggu, yaitu kepada KH. Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang.[3] Diceritakan oleh Kiai Washil bahwa hubungan KH. Hasan Abdillah selain akrab, juga kerap kali keduanya saling bertukar ijazah amalan-amalan, mulai dari sholawat dan lainnya.[4] Mohammad Hasan Genggong dikenal sebagai seorang wali/sufi dan salah satu Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah. Beliau wafat pada 1 Juni 1955 M atau bertepatan 11 Syawal 1374 H, di Genggong, Probolinggo. Al-Fatihah [1] Nama lain Kiai Mohammad Hasan yaitu “KH. Hasan Sepuh” [2] Washil Hifdzi Haq putra KH. Hasan Abdillah, Wawancara, Surabaya 10 Juni 2021. [3] Ibid. [4] Washil Hifdzi Haq, Wawancara, 10 Juni 2021. Alm. KH. Moh. Hasan GenggongSalah satu karomah Al-Marhum waliyullah KH. Moh. Hasan Genggong diceritakan oleh KH. Akhmad Mudzhar, Situbondo. Beliau bercerita bahwa pada suatu hari selepas sholat Jum’at Almarhum KH. Moh. Hasan Genggong atau yang dikenal dengan kiai sepuh turun dari Masjid jami’ Al-Barokah Genggong menuju dalem rumah/kediaman beliau. Dalam perjalanan antara masjid dan kediamannya, beliau kiai sepuh berjalan sambil berteriak mengucap “Innalillah, Innalillah” sambil menghentak-hentakkan tangannya yang kelihatan basah. Pada waktu itu jam menunjukkan jam Setelah itu, tepat pada hari Senin pagi, ketika Alm. Kiai sepuh menemui tamunya yang juga terdapat KH. Akhmad Mudzar salah seorang santrinya dan perawi kisah ini, datang dua orang tamu menghadap kiai sepuh yang merautkan paras kelelahan seakan-akan baru mengalami musibah yang begitu hebat. Tatkala dua orang tersebut bertemu dan melihat wajah almarhum kiai sepuh, terlontarlah ucapan dari salah seorang dari keduanya. “ini orang yang menolong kita tiga hari yang lalu” ujarnya. Bersamaan dengan itu, Alm. Kiai sepuh mengucap kata “Alhamdulillah” sebanyak tiga kali dengan wajah yang berseri. Dari kejadian tersebut membuat heran KH. Mudzhar dan beliau mengambil keputusan untuk bertanya kepada kedua tamu tersebut, sehingga bercerita tamu tersebut “tiga hari yang lalu, yaitu hari Jum’at kami berdua dan beberapa teman yang lain menaiki perahu menuju Banjarmasin, tiba-tiba perahu oleng akibat angin topan dan perahu kami tak tertolong lagi. Namun kami sempat diselamatkan berkat kehadiran dan pertolongan yang datang dari seorang sepuh yang tidak kami kenal, waktu itu menunjukkan sekitar jam atau ba’da Jumat, setelah itu kami sudah tidak sadar lagi apa yang terjadi hingga kami terdampar di tepi pantai Kraksaan Kalibuntu”. Lalu lanjut cerita tamu tersebut setelah kami sadar, kami merasa sangat gembira dan bersyukur karena masih terselamatkan dari bencana itu. Dan kami ingat bahwa yang menolong kami dari malapetaka tiga hari yang lalu itu adalah orang tua yang nampaknya sangat alim. Hingga hati kami terdorong untuk sowan atau bersilaturrahim kepada kiai yang sepuh yang dekat dengan tempat kami terdampar. Setelah kami bertanya kepada orang-orang yang kami jumpai, “adakah disekitar tempat ini seorang kiai yang sepuh?”. Lalu kami disuruh menuju ke tempat ini Genggong. Setelah sampai disini ternyata orang yang menolong kami waktu itu adalah orang ini. bersamaan dengan itu tangan tamu tersebut menunjuk ke arah Alm. KH. Moh. Hasan buku 150 tahun menebar ilmu di jalan Allah

amalan kh hasan genggong